Dampak Perilaku Konsumtif Akibat Perkembangan Teknologi

Maria Jennifer Santoso/XII IPS 3/26

Ilmu pengetahuan dan teknologi saat ini berkembang pesat di Indonesia. Namun, seperti bisa bermata dua, teknologi membawa dampak positif yang menguntungkan dan dampak negatif di lain sisi yang merugikan masyarakat. Salah satu dampak negatif yang marak menjerat khalayak adalah perilaku konsumtif. Konsumtif sendiri memiliki pengertian sebagai perilaku seseorang yang membeli atau menggunakan barang secara berlebihan berdasarkan keinginan semata, bukan kebutuhan dasar.

Banyak faktor yang melatarbelakangi terjadinya fenomena tersebut. Seiring dengan berkembangnya zaman, teknologi yang semakin canggih memungkinkan kita untuk lebih mudah dalam berbelanja dengan hadirnya belanja online atau e-commerce, seperti Shopee, Tokopedia, Lazada, dan lain-lain, yang membuat kita dengan mudahnya membeli sesuatu hanya dengan sekali klik. Didukung pula dengan teknologi e-money, seperti QRIS, yang akhirnya membuat kita mudah melakukan transaksi untuk mendapatkan apa pun yang kita inginkan. Media sosial yang terus-menerus menjadi ladang pamer barang-barang juga turut andil melatarbelakangi hal ini. Orang-orang cenderung berlomba-lomba memamerkan status sosialnya dengan membeli barang-barang mewah atau sekadar mengikuti tren. Peristiwa ini juga tidak lepas dari fakta bahwa inovasi teknologi berkembang dengan sangat cepat, menjadikan masyarakat selalu terdorong untuk membeli seri atau keluaran terbaru agar tidak ketinggalan zaman atau, dalam istilah kerennya, up-to-date. Algoritma iklan yang kini semakin canggih dalam menargetkan pasar, yang mampu menyaring dan menampilkan konten-konten yang kita sukai, juga akhirnya membuat kita tergiur dengan iklan atau diskon murah yang ditawarkan. Belum lagi para buzzer yang melakukan promosi besar-besaran tanpa peduli terhadap kualitas asli produknya.

Perilaku konsumtif sudah banyak menjerat khalayak Indonesia, bahkan mungkin diri kita sendiri. Maka, penting untuk mengetahui ciri-ciri atau indikator perilaku konsumtif. Pertama, fokus masyarakat yang beralih dari kebutuhan ke keinginan. Masyarakat yang konsumtif cenderung kesulitan membedakan prioritas kebutuhan mereka, mana yang sebenarnya dibutuhkan dan mana yang hanya untuk memenuhi nafsu. Kedua, gaya hidup boros. Perilaku konsumtif ditandai dengan kurangnya pengendalian diri saat membeli barang-barang. Keseringan membeli barang yang tidak penting membuat mereka harus kehilangan sejumlah uang, yang pada akhirnya mengarahkan mereka pada gaya hidup boros. Ciri lainnya adalah kemerosotan moral, di mana masyarakat sering kali mengorbankan nilai-nilai moral, seperti kejujuran dan kerja keras, demi mendapatkan yang mereka inginkan secara instan. Terlihat pula orang-orang yang berlomba-lomba memamerkan kemewahan yang mereka miliki, yang pada dasarnya justru mengarah pada kompetisi tidak sehat.

Salah satu kasus terjadi pada seorang warga Karawang, Yola namanya. Yola merupakan seorang remaja perempuan yang kecanduan belanja online. Saking seringnya belanja online, sampai lima kurir datang mengantar paket dalam sehari. Akibatnya, orang tua Yola kewalahan membayar tagihan-tagihan belanja online anaknya. Bahkan, kedua orang tuanya terpaksa merelakan ladang mereka dijual untuk melunasi tagihan yang menumpuk. Tindakan Yola menunjukkan perilaku boros dan menurunnya moral dengan tidak memedulikan beban yang harus ditanggung kedua orang tuanya.

Sejatinya, teknologi akan selalu memberikan dampak positif selama kita mampu menggunakannya secara bijak. Oleh karena itu, penting bagi masyarakat untuk dibimbing dan diedukasi mengenai bahaya perilaku konsumtif. Berbagai upaya yang dapat dilakukan, baik sebagai individu, masyarakat, maupun negara, dalam mengatasi dampak negatif tersebut antara lain adalah dengan mengedukasi diri dalam manajemen keuangan. Gunakanlah uang secara bijak untuk membeli barang-barang yang dibutuhkan, utamakan menabung, dan bekali diri dengan kemampuan investasi. Selain itu, edukasi moral mengenai nilai-nilai kejujuran, kesabaran, serta kerja keras dalam segala pekerjaan, serta menjauhkan diri dari tindakan-tindakan tidak bermoral untuk memperoleh sesuatu secara instan, perlu ditanamkan. Kurangi pula ketergantungan terhadap teknologi dan fokuskan diri pada aktivitas offline agar terhindar dari rasa fear of missing out atau FOMO.

Tags:

No responses yet

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Latest Comments

No comments to show.