Masyarakat Lebih Memilih Barang Impor daripada Barang Lokal
Sekarang, kita telah memasuki era revolusi industri 4.0, yaitu digitalisasi, dimana dalam kehidupan ini segala sesuatu dapat diatur melalui smartphone dan internet. Hal ini juga mengakibatkan mudahnya masyarakat Indonesia dapat melihat barang di luar negeri dan melaksanakan transaksi lintas negara. Salah satu trend yang berdampak buruk adalah kini masyarakat Indonesia lebih memilih untuk menggunakan barang impor daripada barang lokal. Hal ini dapat disebabkan oleh berbagai hal, 3 diantaranya ialah kemasan yang menarik, kualitas yang baik dengan harga yang cukup setimpal, dan kebanggaan atau pride yang didapatkan dan dirasakan ketika menggunakannya, Seringkali, barang impor sendiri banyak yang didesain unik serta diberi kemasan yang menarik untuk menarik konsumen mancanegara. Hal ini diimbangi juga dengan kualitas yang sangat bagus dan disertai harga yang cukup sebanding, seperti dalam pepatah “Ada harga, ada barang.” Selain itu, salah satu alasan masyarakat memilih barang impor yaitu karena branding, dimana ada banyak sekali brand besar di luar negeri dibandingkan dengan brand besar yang ada di Indonesia yang bisa dihitung oleh jari.
Trend konsumsi barang impor ini juga memiliki indikator ataupun ciri-ciri yang bisa kita analisa. Yang pertama, statistik penjualan barang impor yang lebih banyak daripada barang lokal. Melihat statistik saja kita sudah tahu bahwa permintaan barang impor di Indonesia cukup tinggi. Yang kedua adalah masyarakat Indonesiaa, terutama kalangan kelas menengah, lebih memilih dan mencaari barang impor daripada barang lokal. Yang ketiga adalah masyarakat kini sebagian besar lebih banyak berbelanja di gerai resmi produk impor daripada toko lokal.
Contoh kasus dari trend ini ada banyak. Misalnya saja dari bidang kosmetik. Banyak produk kosmetik buatan China lebih diminati karena harganya yang lebih murah. Contohnya produk hairmask dari China dengan berat 500 gram memiliki harga Rp 30,800 rupiah, dibandingkan produk harimask buatan lokal dengan berat 200 gram seharga Rp 29.000. Contoh lainnya, baju kaos polos yang diimpor dari China memiliki harga yang lebih murah daripada baju polos yang dibuat di Indonesia. Contoh lainnya lagi, banyak masyarakat lebih nyaman menggunakan produk luar negeri seperti tas dior, baju LV, makeup Prada, parfum YSL, dan sebagainya daripada menggunakan tas merk lokal, sepatu merk lokal, dan lainnya. Statistik juga menunjukkan bahwa 95% produk terlaris di e-commerce merupakan barang impor.
Memang trend seperti ini tidaklah terhindarkan, namun kita bisa meminimalisir dampaknya. Upaya-upaya yang telah dilakukan salah satunya penerapan regulasi. Pemerintah Indonesia, melalui Permendag no. 7/2024, mengatur pembatasan jenis dan jumlah barang yang dapat dikirim oleh Pekerja Migran Indonesia (PMI), yaitu dikenakan bea masuk sekitar $500 / pengiriman. Upaya-upaya yang dapat ditingkatkan lebih lagi yaitu meningkatkan kualitas faktor produksi, termasuk SDA, mesin, dan SDM, dengan harapan kualitas produk dapat bersaing dengan produk impor dengan harga yang lebih murah. Selain itu, perlu pemasaran yang lbeih baik lagi, seperti yang saya lihat di media sosial di Instagram dan Tiktok, ada influenser-influenser yang mempromosikan produk lokal seperti baju polo, celana, kaos, parfum, dan lainnya. Contohnya saja sepatu merk Ballerbro yang sekarang cukup dinikmati di kalangan pemain basket. Sepatu Ballerbro merupakan sepatu merk lokal yang memiliki kualitas seperti sepatu basket brand nike ataupun adidas dengan harga yang terjangkau, yaitu dikisaran Rp 300.000 – Rp 800.000. Diharapkan dari promosi-promosi tersebut dapat menumbuhkan aspek yang paling penting dalam diri generasi muda, yaitu kecintaan terhadap produk lokal.
No responses yet