
Camelia / 08 & Elnoe / 14
Generasi muda yang cenderung individual dan egois seringkali mengutamakan materi dibandingkan hubungan intim serta kepedulian dengan keluarga, menyebabkan semakin besarnya gap antar generasi. Itulah tema besar yang diangkat secara halus dalam film ini, bahwa kasih yang tulus semakin memudar karena budaya materialisme kian menggerogoti generasi jaman kini. Inilah isu utama yang diangkat melalui film drama komedi Thailand bertajuk “How To Make Million Before Grandma Dies”.
Secara singkat, film ini mengisahkan tentang perjalanan seorang anak muda bernama “M” bersama seorang nenek (Amah) yang hendak menghabiskan sisa waktu hidupnya. Pada awalnya, M hidup dalam keluarga yang sangat sederhana. Ia memiliki mimpi untuk menjadi seorang gamer terkenal yang memiliki banyak uang. M bahkan rela untuk putus sekolah demi mengejar cita-citanya, sayangnya dia tidak memperhitungkan rencananya, dan malah berakhir gagal menjadi gamer. M harus memutar otak, bagaimana cara ia bisa mendapatkan uang.
Suatu kali, M melihat sepupu perempuannya sedang merawat seorang kakek yang sangat tua terbaring di tempat tidur. Ia bingung melihat keputusan dan tindakan dari sepupunya yang mau untuk menjaga kakek itu. Jelang beberapa saat, kakek tua tersebut meninggal dan mewariskan harta kepada gadis yang selalu merawatnya. M yang mengetahui hal tersebut memutuskan untuk melakukan hal yang sama kepada neneknya dengan harapan akan memperoleh warisan.
Pada awalnya, M secara rutin datang mengunjungi neneknya hanya untuk mewujudkan rencananya. Namun seiring berjalannya waktu, kebersamaan setiap hari secara tidak langsung menimbulkan kedekatan emosional antara mereka berdua. Rasa empati dalam hati M semakin bertambah ketika ia mengetahui bahwa neneknya mengidap kanker yang sudah tak dapat disembuhkan. Ditambah lagi, anak-anak dari nenek tersebut hanya memperhatikannya ketika kematian sudah pasti datang.
Keputusan M menjadi semakin bulat. Ia bersedia menghabiskan hari-harinya untuk menemani nenek itu di segala waktu dan kondisi. Mulai dari membantu berjualan bubur di pagi hari, memandikan di siang hari, hingga menemani tidur di malam hari, semuanya ia lakukan. Akhir cerita, nenek tersebut meninggal dunia, dan M mendapatkan harta yang ternyata telah ditabung oleh neneknya sejak ia masih kecil. Meski demikian, hal tersebut tetap tidak bisa menggantikan rasa sayang M terhadap keberadaan neneknya.
Film ini berhasil menggambarkan dinamika keluarga dengan sangat baik, terutama dalam konteks keluarga Asia, sekaligus mencerminkan realitas sosial yang kompleks, terutama terkait dengan tanggung jawab merawat anggota keluarga lanjut usia. Dalam banyak budaya, peran ini seringkali jatuh pada perempuan dan generasi muda saja, dan film ini menunjukkan bagaimana M, yang adalah laki-laki dalam usia muda, terpaksa mengambil alih tanggung jawab tersebut ketika anggota keluarga lainnya enggan melakukannya. Mirisnya, ada anggota keluarga M yang sejatinya berkecukupan dan cukup mapan, tetapi yang tidak disadari adalah justru kebutuhan terbesar Amah bukan ada pada nominal uang, tetapi waktu dan perhatian. Keluarga M yang lain terlalu sibuk mengejar hal duniawi mereka masing-masing. M pun tidak sepenuhnya tulus sejak awal, sebab awalnya intensi M hanyalah untuk mendapat warisan dari amah yang umurnya tak lama lagi. Ini menciptakan kritik terhadap norma-norma gender dan ekspektasi masyarakat mengenai perawatan keluarga.
Dinamika antara M dan Amah juga mencerminkan konflik emosional yang umum terjadi dalam hubungan keluarga. Meskipun awalnya termotivasi oleh kepentingan pribadi, interaksi mereka menunjukkan bagaimana kasih sayang dapat berkembang melalui pengalaman bersama. M belajar untuk menghargai waktu yang dihabiskan dengan neneknya, yang menyoroti pentingnya hubungan antar generasi.
Film yang disutradarai oleh Pat Boonnitipat ini telah menarik perhatian banyak penonton dengan premis yang sederhana namun mendalam. Penggunaan humor yang seimbang dengan momen-momen emosional menciptakan pengalaman menonton yang menyentuh hati, mampu membuat penonton tertawa dan menangis dalam waktu bersamaan. Sayangnya, alurnya yang sangat sederhana memungkinkan membuat sebagian khalayak masyarakat mudah merasa bosan. Seharusnya, film ini bisa mengaplikasikan alur yang lebih bervariasi, misalnya dengan cara menyisipkan sudut pandang atau Point of View dari beberapa karakter.
Secara keseluruhan, “How To Make Millions Before Grandma Dies” merupakan karya yang layak mendapat apresiasi. Film ini berhasil menyampaikan bagaimana seharusnya kepedulian menjadi nilai yang sangat penting melebihi harta. Tak hanya itu, para penonton juga akan disadarkan betapa berharganya waktu yang kita miliki sehingga harus dimanfaatkan sebaik mungkin. Dengan melakukan sedikit peningkatan, film ini berpotensi besar menjadi karya yang menginspirasi banyak orang. “How To Make Millions Before Grandma Dies” menjadi film yang wajib untuk ditonton dan direkomendasikan bagi seluruh kalangan.
No responses yet